Ekonomi Kreatif Blue Economy
Konsep Ekonomi Biru (Blue Economy)
merupakan konsep yang menggabungkan pengembangan ekonomi dan pelestarian
lingkungan. Konsep Blue Ekonomi dilihat dari aspek social budaya, ekonomi dan
ekologi.
1.Aspek Sosial Budaya
Secara
sosial-budaya, pulau-pulau kecil Indonesia sebagian besar
tidak berpenduduk. Pada pulau yang berpenduduk, populasi umumnya terbatas dan bersifat homogen, sehingga masyarakatnya memiliki karakteristik yang spesifik.Beberapa
masyarakat pulau-pulau kecil memiliki kekayaan budaya dan kearifanlokal yang
unik, seperti atraksi budaya, ritual adat dan keagamaan. Secaraekonomi,
pulau-pulau kecil umumnya masih terbatas dalam hal infrastruktur dasardan
aksessibilitas, seperti permukiman, kesehatan, pendidikan, listrik,
dankomunikasi. Tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat juga
relatifrendah, demikian pula dengan kualitas sumberdaya manusia. Dengan konsep
blue ekonomi ini, diharapkan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan penduduk.
Halini dikarenakan hasil dari ekonomi biru ini dapat dibagi secara merata.
Salah satucara yang digunakan untuk memanfaatkan pulau-pulau kecil yang
notabene masihterisolasi ini adalah dengan minawisata. Minawisata sendiri masih
memakai prinsip-prinsip ekonomi biru. Minawisata adalah pemanfaatan
kawasan wisata dengan pengembangan produksi perikananan untuk mencapai ketertarikan masyarakat pengguna akan pengembangan perikanan pada kawasan wisata tersebut. Dengan kata lain Minawisata adalah
pengembangan kegiatan perekonomian masyarakat dan wilayah yang berbasis pada
pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan, perikanandan pariwisata secara
terintegrasi pada suatu wilayah tertentu. Pada tahap awal, Minawisata
pulau-pulau kecil dikemas dalam bentuk satu program pemberdayaan masyarakat
pulau-pulau kecil melalui pendayagunaan potensi sumberdaya perikanan dan
pariwisata berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Ada beberapa prinsip minawisata
pulau-pulau kecil yang harus diterapkan, antara lain:
a.
Mencegah
dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadapalam dan budaya,
pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengansifat dan karakter alam dan
budaya setempat.
b.
Pendidikan
konservasi lingkungan; mendidik pengunjung dan masyarakatsekitar akan
pentingnya konservasi.
c.
Pendapatan
langsung untuk kawasan; restribusi atau pajak konservasi(conservation tax)
dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan konservasi.
d.
Partisipasi
masyarakat dalam perencanaan; merangsang masyarakat agarterlibat dalam
perencanaan dan pengawasan kawasan.
e.
Penghasilan
bagi masyarakat; masyarakat mendapat keuntungan ekonomi sehingga terdorong
untuk menjaga kelestarian kawasan.
f.
Menjaga keharmonisan
dengan alam; kegiatan dan pengembangan fasilitastetap mempertahankan keserasian
dan keaslian alam.
g.
Daya
dukung sebagai batas pemanfaatan; daya tampung dan pengembangan fasilitas hendaknya mempertimbangkan daya dukung
lingkungan.
h.
Kontribusi pendapatan bagi Negara
(pemerintah daerah dan pusat); Selain itu ada prinsip yang harus dilakukan
untuk memastikan bahwa kegiatanminawisata nantinya berkontribusi terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat
lokal secara merata, perlu adanya pemberdayaan masyarakat lokalyang mencakup
sosialisasi program, penyadaran masyarakat, pelatihan keterampilan dan/ atau
bimbingan teknis, pembentukan dan penguatan kelembagaan, pendampingan, bantuan peralatan penunjang, dan
sebagainya.Adanya program pengembangan mata pencaharian alternatif pendukung minawisata diharapkan dapat
menambah penyerapan tenaga kerja lokal. Kontribusi terhadap ekonomi daerah
dapat diperoleh dari investasi dan perijinan, penyerapan tenaga kerja (tour guide, dive
guide, souvenir shop, boat operators, pegawai restoran, pegawai KJA,
pajak, wisatawan
(tiket masuk, akomodasi,
konsumsi dll).
2. Aspek Ekonomi
Penggunaan pendekatan Ekonomi Biru
sebagai model pembangunan kelautan nasional
diharapkan mampu menjawab ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem serta dampak negatif akibat
aktivitas ekonomi termasuk perubahan iklim
dan pemanasan global. Keberhasilan dari Ekonomi Biru seperti pencapaian industrialisasi sektor kelautan selain
dihadapkan pada kebutuhan tenaga kerja dan teknologi yang memadai, juga memerlukan
terobosan-terobosan, seperti perbaikan rantai hulu hingga hilir guna
meningkatkan daya saingnya. Industrialisasi
kelautan dalam konsep Ekonomi Biru didorong untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing, modernisasi
sistem produksi hulu dan hilir, penguatan pelaku industri, berbasis komoditas
utama, wilayah dan system manajemen,
pembangunan berkelanjutan serta transformasi sosial. Proses industrialisasi kelautan merupakan
proses perubahan sistem produksi hulu hingga hilir untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas
dan skala produksi sumberdaya kelautan melalui modernisasi yang didukung oleh
kebijakan terintegrasi,
pengembangan infrastruktur, sistem usaha dan investasi serta IPTEKdan SDM. Salah
satu dampak sederhana dari ekonomi biru ini yang dapat
meningkatkan perekonomian maasyarakat adalah memunculkan wirausahawan-wirausahawan baru di bidang perikanan. Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjomencontohkan
sebuah industri ikan di Toba, Sumatra Utara. Produk ikan nila bukan hanya
dikemas dengan mengolah dagingnya saja, tetapi sisa duri, kulit, dan lainnya dijadikan produk sektor lain.
Menurutnya, Budi daya ikannya juga dilakukan
dengan prinsip ekonomi biru. Selain itu , masih banyak lagi penerapan ekonomi
biru yang menghasilkan pendapatan bagi masyarakat,
seperti dibukanya sector-sektor wisata bahari di pulau-pulau kecil yang
sebelumnya tidak terjamah karena terisolasi. Padahal disana mempunyai
potensi untuk menghasilkan devisa bagi negara. Sehingga sejak adanya ekonomi
biru ini, pembangunan-pembangunan dilakukan agar akses menuju tempat yang berpotensi untuk wisata semakin
mudah.
3. Aspek Ekologi
Konsep Ekonomi Biru mencontoh cara kerja
alam (ekosistem), bekerja sesuai dengan
apa yang disediakan alam dengan efisien dan tidak mengurangi tapi justru memperkaya alam
(shifting from scarcity toabundance), limbah dari yang satmenjadi makanan/sumber energi bagi
yang lain, sehingga sistem kehidupan dalam
ekosistem menjadi seimbang, energi didistribusikan secara efisien dan merata tanpa ekstraksi energi eksternal,
bekerja menuju tingkat efisiensi lebih tinggi
untuk mengalirkan nutrien dan energi tanpa meninggalkan limbah untuk mendayagunakan kemampuan seluruh
kontributor dan memenuhi kebutuhan dasar bagi semuanya. Dengan model pembangunan ekonomi kelautan dengan
model Ekonomi Biru diharapkan dapat
menjamin keberlanjutan ketersediaan sumberdaya, keseimbangan ekosistem dan kesehatan lingkungan, serta mendorong
pemanfaatandan pengelolaan sumberdaya
yang efektif. Paradigma pembangunan
kelautan dengan mengadopsi
konsep Ekonomi Biru diharapkan dapat membantu dunia untuk menghadapi tantangan perubahan iklim,
ekosistem laut yang kian rentan terhadap
dampak perubahan iklim dan pengasaman laut. Hal ini sejalan
dengan pengendalian ancaman pemanasan global, seperti: energy gas buang dan karbon sehingga dapat terwujud pembangunan
berkelanjutan secara terpadu dan upaya pengentasan kemiskinan. Ancaman perubahan iklim seperti kenaikan permukaan laut, peningkatan suhu permukaan laut,
aktivitas badai meningkat, yang disertaiefek berbahaya dari pengasaman laut
yang dapat menjadi ancaman terbesar bagikesehatan dan ekosistem laut. Paradigma
Ekonomi Biru dalam pembangunan kelautan
nasional merupakan refleksi sinergitas pertumbuhan, pembangunan dan lingkungan dengan berpedoman pada triple
helix model. Berkaitan dengan penerapan konsepsi Ekonomi Biru di ekosistem laut, sekurang-kurangnya
ada 3 hal utama yang menjadi dasar pendekatannya, yakni:
1 kondisi kesehatan ekosistem (Healthy ocean)
2. aktifitas ekonomi yang berpusat pada kesejahteraan masyarakat (People-centered activities)
3. adanya tata-kelola sumberdaya yang baik (Ocean governance).
1 kondisi kesehatan ekosistem (Healthy ocean)
2. aktifitas ekonomi yang berpusat pada kesejahteraan masyarakat (People-centered activities)
3. adanya tata-kelola sumberdaya yang baik (Ocean governance).
Penurunan
kualitas kondisi perairan laut dan pesisir akan berdampak pada penurunan produktifitas
ekonomi. Pencapaian kondisi laut yang sehat memerlukan pemikiran revolusioner
dan terkadang tidak lazim (thinking out of the box).
Seringkali pemikiran sederhana untuk mendapatkan nilai tambah dari hasil tangkapan ikan yang lebih tidak selamanya harus dengan jumlah
(kuantitatif) yang menyolok,
sehingga mengakibatkan laut
tidak sehat (overfishing). Namun dengan sentuhan
teknologi, kita akan mendapatkan hasil
yang berlipat ganda dan laut tetap sehat.
Hal ini tentunya berlaku mulai dari kegiatan bisnis kelautan lainnya, seperti: budidaya rumputlaut sampai kepada pemanfaatan laut dan wilayah pesisir untuk
tujuan pariwisata.
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/9736764/Paper_Ekonomi_Biru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar