Kamis, 02 April 2015

Ekonomi Kreatif Blue Economy

Ekonomi Kreatif Blue Economy

Konsep Ekonomi Biru (Blue Economy) merupakan konsep yang menggabungkan pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Konsep Blue Ekonomi dilihat dari aspek social budaya, ekonomi dan ekologi.
1.Aspek Sosial Budaya
Secara sosial-budaya, pulau-pulau kecil Indonesia sebagian besar tidak berpenduduk. Pada pulau yang berpenduduk, populasi umumnya terbatas dan bersifat homogen, sehingga masyarakatnya memiliki karakteristik yang spesifik.Beberapa masyarakat pulau-pulau kecil memiliki kekayaan budaya dan kearifanlokal yang unik, seperti atraksi budaya, ritual adat dan keagamaan. Secaraekonomi, pulau-pulau kecil umumnya masih terbatas dalam hal infrastruktur dasardan aksessibilitas, seperti permukiman, kesehatan, pendidikan, listrik, dankomunikasi. Tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat juga relatifrendah, demikian pula dengan kualitas sumberdaya manusia. Dengan konsep blue ekonomi ini, diharapkan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan penduduk. Halini dikarenakan hasil dari ekonomi biru ini dapat dibagi secara merata. Salah satucara yang digunakan untuk memanfaatkan pulau-pulau kecil yang notabene masihterisolasi ini adalah dengan minawisata. Minawisata sendiri masih memakai prinsip-prinsip ekonomi biru. Minawisata adalah pemanfaatan kawasan wisata dengan pengembangan produksi perikananan untuk mencapai ketertarikan masyarakat pengguna akan pengembangan perikanan pada kawasan wisata tersebut. Dengan kata lain Minawisata adalah pengembangan kegiatan perekonomian masyarakat dan wilayah yang berbasis pada pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan, perikanandan pariwisata secara terintegrasi pada suatu wilayah tertentu. Pada tahap awal, Minawisata pulau-pulau kecil dikemas dalam bentuk satu program pemberdayaan masyarakat pulau-pulau kecil melalui pendayagunaan potensi sumberdaya perikanan dan pariwisata berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Ada beberapa prinsip minawisata pulau-pulau kecil yang harus diterapkan, antara lain:
a.       Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadapalam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengansifat dan karakter alam dan budaya setempat. 
b.      Pendidikan konservasi lingkungan; mendidik pengunjung dan masyarakatsekitar akan pentingnya konservasi.
c.       Pendapatan langsung untuk kawasan; restribusi atau pajak konservasi(conservation tax) dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan konservasi.
d.      Partisipasi masyarakat dalam perencanaan; merangsang masyarakat agarterlibat dalam perencanaan dan pengawasan kawasan.
e.       Penghasilan bagi masyarakat; masyarakat mendapat keuntungan ekonomi sehingga terdorong untuk menjaga kelestarian kawasan.
f.       Menjaga keharmonisan dengan alam; kegiatan dan pengembangan fasilitastetap mempertahankan keserasian dan keaslian alam.
g.      Daya dukung sebagai batas pemanfaatan; daya tampung dan pengembangan fasilitas hendaknya mempertimbangkan daya dukung lingkungan.
h.      Kontribusi pendapatan bagi Negara (pemerintah daerah dan pusat); Selain itu ada prinsip yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa kegiatanminawisata nantinya berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal secara merata, perlu adanya pemberdayaan masyarakat lokalyang mencakup sosialisasi program, penyadaran masyarakat, pelatihan keterampilan dan/ atau bimbingan teknis, pembentukan dan penguatan kelembagaan, pendampingan, bantuan peralatan penunjang, dan sebagainya.Adanya program pengembangan mata pencaharian alternatif pendukung minawisata diharapkan dapat menambah penyerapan tenaga kerja lokal. Kontribusi terhadap ekonomi daerah dapat diperoleh dari investasi dan perijinan, penyerapan tenaga kerja (tour guide, dive guide, souvenir shop, boat operators, pegawai restoran, pegawai KJA, pajak, wisatawan
(tiket masuk, akomodasi, konsumsi dll).
2. Aspek Ekonomi
Penggunaan pendekatan Ekonomi Biru sebagai model pembangunan kelautan nasional diharapkan mampu menjawab ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem serta dampak negatif akibat aktivitas ekonomi termasuk perubahan iklim dan pemanasan global. Keberhasilan dari Ekonomi Biru seperti pencapaian industrialisasi sektor kelautan selain dihadapkan pada kebutuhan tenaga kerja dan teknologi yang memadai, juga memerlukan terobosan-terobosan, seperti perbaikan rantai hulu hingga hilir guna meningkatkan daya saingnya. Industrialisasi kelautan dalam konsep Ekonomi Biru didorong untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing, modernisasi sistem produksi hulu dan hilir, penguatan pelaku industri, berbasis komoditas utama, wilayah dan system manajemen, pembangunan berkelanjutan serta transformasi sosial. Proses industrialisasi kelautan merupakan proses perubahan sistem produksi hulu hingga hilir untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas dan skala produksi sumberdaya kelautan melalui modernisasi yang didukung oleh kebijakan terintegrasi, pengembangan infrastruktur, sistem usaha dan investasi serta IPTEKdan SDM. Salah satu dampak sederhana dari ekonomi biru ini yang dapat meningkatkan perekonomian maasyarakat adalah memunculkan wirausahawan-wirausahawan baru di bidang perikanan. Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjomencontohkan sebuah industri ikan di Toba, Sumatra Utara. Produk ikan nila bukan hanya dikemas dengan mengolah dagingnya saja, tetapi sisa duri, kulit, dan lainnya dijadikan produk sektor lain. Menurutnya, Budi daya ikannya juga dilakukan dengan prinsip ekonomi biru. Selain itu , masih banyak lagi penerapan ekonomi biru yang menghasilkan pendapatan bagi masyarakat, seperti dibukanya sector-sektor wisata bahari di pulau-pulau kecil yang sebelumnya tidak terjamah karena terisolasi. Padahal disana mempunyai potensi untuk menghasilkan devisa bagi negara. Sehingga sejak adanya ekonomi biru ini, pembangunan-pembangunan dilakukan agar akses menuju tempat yang berpotensi untuk wisata semakin mudah.
3. Aspek Ekologi
Konsep Ekonomi Biru mencontoh cara kerja alam (ekosistem), bekerja sesuai dengan apa yang disediakan alam dengan efisien dan tidak mengurangi tapi justru memperkaya alam (shifting from scarcity toabundance), limbah dari yang satmenjadi makanan/sumber energi bagi yang lain, sehingga sistem kehidupan dalam ekosistem menjadi seimbang, energi didistribusikan secara efisien dan merata tanpa ekstraksi energi eksternal, bekerja menuju tingkat efisiensi lebih tinggi untuk mengalirkan nutrien dan energi tanpa meninggalkan limbah untuk mendayagunakan kemampuan seluruh kontributor dan memenuhi kebutuhan dasar bagi semuanya. Dengan model pembangunan ekonomi kelautan dengan model Ekonomi Biru diharapkan dapat menjamin keberlanjutan ketersediaan sumberdaya, keseimbangan ekosistem dan kesehatan lingkungan, serta mendorong pemanfaatandan pengelolaan sumberdaya yang efektif. Paradigma pembangunan kelautan dengan mengadopsi konsep Ekonomi Biru diharapkan dapat membantu dunia untuk menghadapi tantangan perubahan iklim, ekosistem laut yang kian rentan terhadap dampak perubahan iklim dan pengasaman laut. Hal ini sejalan dengan pengendalian ancaman pemanasan global, seperti: energy gas buang dan karbon sehingga dapat terwujud pembangunan berkelanjutan secara terpadu dan upaya pengentasan kemiskinan. Ancaman perubahan iklim seperti kenaikan permukaan laut, peningkatan suhu permukaan laut, aktivitas badai meningkat, yang disertaiefek berbahaya dari pengasaman laut yang dapat menjadi ancaman terbesar bagikesehatan dan ekosistem laut. Paradigma Ekonomi Biru dalam pembangunan kelautan nasional merupakan refleksi sinergitas pertumbuhan, pembangunan dan lingkungan dengan berpedoman pada triple helix model. Berkaitan dengan penerapan konsepsi Ekonomi Biru di ekosistem laut, sekurang-kurangnya ada 3 hal utama yang menjadi dasar pendekatannya, yakni:
1    kondisi kesehatan ekosistem (Healthy ocean)
2.      aktifitas ekonomi yang berpusat pada kesejahteraan masyarakat (People-centered activities)
3.      adanya tata-kelola sumberdaya yang baik (Ocean governance).

Penurunan kualitas kondisi perairan laut dan pesisir akan berdampak pada penurunan produktifitas ekonomi. Pencapaian kondisi laut yang sehat memerlukan pemikiran revolusioner dan terkadang tidak lazim (thinking out of the box). Seringkali pemikiran sederhana untuk mendapatkan nilai tambah dari hasil tangkapan ikan yang lebih tidak selamanya harus dengan jumlah (kuantitatif) yang menyolok, sehingga mengakibatkan laut tidak sehat (overfishing). Namun dengan sentuhan teknologi, kita akan mendapatkan hasil yang berlipat ganda dan laut tetap sehat. Hal ini tentunya berlaku mulai dari kegiatan bisnis kelautan lainnya, seperti: budidaya rumputlaut sampai kepada pemanfaatan laut dan wilayah pesisir untuk tujuan pariwisata.

Daftar Pustaka

https://www.academia.edu/9736764/Paper_Ekonomi_Biru